Rabu, 09 Juni 2010

Nasi Merah Langganan Keraton



Nama restoran ini Nasi Merah Mbah Jirak. Lokasinya di dekat jembatan Jirak yang tersohor. Tepatnya di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, sekitar 46 kilometer dari Kota Yogyakarta. Nama Jirak diambil dari nama sungai yang melintas di bawah jembatan itu. Sedangkan nasi merah dengan sayur lombok ijo-nya merupakan menu utama restoran ini.

Restoran tradisional khas Gunungkidul ini milik Arjo Martono dan Wasikem. Kini putri pasangan suami-istri itu, Suyatmi, yang mengelolanya. Pelanggannya banyak dan dari semua kalangan, bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi pelanggan setia.

Menurut Suyatmi, rombongan Raja Keraton Mataram Yogyakarta itu kerap mampir di resto ini saat melakukan kunjungan kerja ke Gunungkidul. Tapi Sultan dan istrinya, Ratu Hemas, kata Suyatmi, juga sengaja mampir hanya untuk menyantap nasi merah lombok ijo. "Setiap tahun bisa dua kali makan di sini," katanya.

Memasuki restoran ini, tak terlihat hal istimewa. Seperti kebanyakan resto tradisional dengan tiang-tiang dan dinding bambu. Tapi para pelanggannya rela datang dari jauh dan melintasi Bukit Pathuk, yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Gunungkidul.

Tidak berapa lama menunggu, pelayan akan mengantarkan satu bakul nasi merah. Disusul sayur lombok ijo, daun pepaya, trancam (seperti karedok), dan aneka lauk, seperti ayam kampung goreng, empal daging, babat, dan ikan wader.

Nasi merahnya masih mengepul. Rasanya tidak berbeda dengan nasi putih biasa, tapi lebih pulen. Sedangkan sayur lombok ijo terasa gurih dan pedas. Campuran bawang putih, bawang merah, dan santan membuat kuah sayur terasa nikmat dan sedap.

Beras nasi merah ini ditanam dan ditumbuk sendiri oleh pemilik warung. Suyatmi menuturkan bahwa nasi merahnya berasal dari padi gogo rancak (sawah tadah hujan). Tidak mudah memperoleh warna merah pada beras gogo. Menurut Suyatmi, jika padi digiling dengan mesin disel, warnanya tidak semerah jika padi ditumbuk di lesung. Makanya mereka menumbuk sendiri. "Agar warnanya tetap merah," kata Suyatmi kepada Tempo, Sabtu pekan lalu.

Menyantap nasi merah lombok ijo bisa ditambah daun pepaya. Lauk daun pepaya di Gunungkidul termasuk khas. Empuk dan tidak pahit. Menurut Suyatmi, rasa pahit dihilangkan dengan mencampurkan garam dan ujung jambu mete saat perebusan pertama. Setelah daun pepaya terasa empuk, sisa air dibuang dan daun pepaya dicuci. "Lalu dimasak lagi," kata Suyatmi.

Daun pepaya biasanya ditemani sambal terasi. Cocol saja, dijamin Anda merasakan pedas, yang membuat berkeringat dan mengipasi mulut. Nah, saat pedas seperti ini, Anda bisa mendapatkan sensasi segar dengan menyeruput jus jambu atau kelapa muda gula jawa yang asli hasil pertanian warga Gunungkidul.

Selain lauk berupa gorengan aneka daging, ada menu "ekstrem", yakni belalang goreng. Tampilannya terlihat mengerikan. Banyak orang akan mengernyitkan dahi saat melihatnya. Salah satu pengunjung, Isnendi Muhammad Fatwa, awalnya ogah mencicipi. Tapi karena rasa penasarannya lebih kuat, dia pun mencoba satu.

"Rasanya gurih," ujarnya sembari tersenyum. Rupanya mahasiswa Universitas Gadjah Mada itu jadi doyan. Mulutnya tak berhenti mengunyah gurihnya belalang.

Menurut Suyatmi, belalang itu diolah sendiri oleh adiknya. Resepnya sangat sederhana, yaitu mencampurkan bawang putih, garam, dan sedikit penguat rasa. Sebelum dimasak, isi perut belalang dibuang terlebih dulu. Dulu belalang mudah didapat, tapi sekarang mulai sulit. "Musim-musim tertentu saja adanya," katanya.

Resto milik Arjo ini merupakan warisan dari leluhurnya. "Sudah tiga keturunan," kata Suyatmi. Resto ini awalnya berupa warung kecil di pinggir jembatan Jirak saat warga Gunungkidul berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Saat jalan raya dan jembatan direnovasi, 18 tahun lalu, warung ini berpindah menjauh 50 meter dari jembatan.

Namanya yang tersohor dan menu masakan yang banyak diminati tidak membuat keluarga Arjo membuka cabang. "Tidak punya tanah di tempat lain," kata Suyatmi merendah. Meski banyak tawaran, keluarga Arjo tetap menampik. Keluarga Arjo sengaja mempertahankan keberadaan Nasi Merah Mbah Jirak hanya di Semanu, Gunungkidul.

http://tempointeraktif.com

0 komentar:

Posting Komentar