Rabu, 09 Juni 2010

Agar Eksis di Dunia Fashion



Memasuki industri fashion tak hanya cukup berbekal kemampuan merancang busana. Tapi juga diperlukan manajemen agar mampu menjaga kesinambungan karier di bidang ini. Selain itu, menunjukkan karya tak cukup dalam satu-dua kali pergelaran, melainkan terus-menerus. Mereka yang punya cita-cita menjadi perancang besar harus memahami hal itu.

Musa Widyatmojo dan Deden Siswanto pun berbagi pengalaman tentang suka-duka menjadi perancang. Musa, yang telah 20 tahun memilih karier di bidang ini, mengatakan, dibutuhkan keberanian untuk terjun ke dunia fashion. Ia sendiri memulai kariernya sebagai penjahit dengan menggunakan kamar tidurnya, lalu pindah ke garasi, hingga punya perusahaan di bidang fashion.

Laki-laki kelahiran Jakarta, 13 November, 45 tahun lalu, itu mengaku sudah punya minat sejak kecil. Namun saat itu ia hanya bisa mengagumi pakaian yang menurut dia indah dilihat. Kemudian ia mulai membayangkan memodifikasi pakaian-pakaian yang ia lihat itu. "Saya cuma bisa berimajinasi, karena tidak bisa menggambar," kata Musa dalam seminar "How to Enter Fashion Industry" dalam Jakarta Fashion and Food Festival di Jakarta, Rabu dua pekan lalu.

Bagi Musa, tak mudah mengawali karier. Selain harus punya keberanian, harus mau belajar dan terus memperbaiki, memiliki komitmen, serta berpikir di luar jalur. "Tidak perlu banyak teori, mulai saja," ia melanjutkan. Menurut dia, umumnya mereka yang memiliki minat dalam bidang fashion sering terkungkung ketakutan, sehingga tidak pernah bisa memulai.
Takut karena tak punya modal besar, takut tidak bisa mendapatkan pasar, dan masih banyak ketakutan lain.

Musa mengaku mengawali kariernya dari tidak punya apa-apa. Namun berkat kerja keras, kariernya bisa berkembang. Kini ia sudah menuai hasil. Sebagai contoh, dari hasil membuat konsep saja, ia mendapat bayaran Rp 150 juta. Ia telah dipercaya oleh berbagai perusahaan besar untuk merancang seragam.

Selain itu, kemampuan manajemen sangat penting. Sebab, bagaimanapun karya-karyanya itu perlu dijual. Perancang juga perlu tetap menjaga komitmennya agar mampu bertahan di industri fashion. Para perancang muda sering kali terbawa "nafsu" membuat pergelaran perdana secara mewah di hotel-hotel berbintang, tapi setelah itu tenggelam.

Perancang Deden Siswanto, yang telah berkarier selama 11 tahun, juga berbagi ilmu tentang bagaimana menjadi perancang yang eksis. Menurut dia, tidak ada patokan apakah ilmu harus didapat dari sekolah formal atau otodidak. Pada awal kariernya, Deden pun hanya bermodal nekat dengan kemampuan di bidang fashion hasil kursus di sana-sini.
Awalnya, ia bekerja sebagai tukang jahit yang tidak tahu bagaimana menghadapi pelanggan. Deden, yang sudah memiliki label sendiri, juga mengaku sempat bingung bagaimana memulai menjadi perancang. Namun ia mampu belajar hingga kemudian bisa menghitung harga karya-karyanya untuk dijual.

Yang pasti, ia berpesan, perancang harus berfokus sejak awal, dari menentukan jenis pakaian, apakah yang siap pakai atau couture. Kemudian memilih pasar, agar jelas segmennya, serta selalu mengikuti perkembangan tren terbaru. "Setiap perancang pasti pernah menghadapi masa-masa sulit."

Ia memberikan apresiasi kepada para perancang muda yang bermunculan saat ini. Menurut dia, karya-karya mereka sangat kreatif. Namun ada yang lebih penting dari itu, yakni apakah mereka mampu bertahan atau tidak terimbas dari industri fashion. Ini hal tersulit yang dihadapi para perancang dalam memulai kariernya.


http://tempointeraktif.com

0 komentar:

Posting Komentar